Pardiman Djoyonegoro Gembira Bermain Gamelan
============================
Tanpa gambar-gambar dan cita-cita muluk, Pardiaman Djoyonegoro (48) menularkan keasyikan bermain gamelan kepada anak-anak dan remaja. Ia berhasil membuat anak-anak jatuh cinta pada seni tradisi itu. (Oleh haris firdaus)

Di dunia seni Tanah Air, Pardiman di kenal sebagai pendiri Acapella Mataraman, sebuah kelompok musik akapela asal jogjakarta. Jaugh sebelum mendalami akapela atau “musik mulut”, sebenarnya ia menekuni gamelan. Bisa di bilang gamelan adalah cinta pertama” seniman itu.

Pardiman bukan berasal dari keluarga yang memiliki latar belakang seni. Meski begitu sejak kecil ia akrab dengan kesenian tradisional jawa seperti wayang kulit dan ketoprak.pada masa itu pentas seni tradissional kerap di gelar di desa-desa termasuk di desa tempat tinggal pardiaman.

“Bapak dan Ibu saya itu seorang petani, kakek saya juga petani. Tapi keuarga kami gemar menonton wayang kulit dan ketoprak serta mendengarkan gamelan,” tuturnya saat di temui di rumahnya di kasihan, Bantul, daerah Istimewa Yogyakarta, selasa (31/1).

Pengalaman menonton wayang dsan mendengar gamelan membekas hingga pardiaman berangkat remaja. Iapun mengikuti kegiatan ekstra kurikuler gamelan ketika duduk di bangku SMP. “waktu itu, saya satu-satunya murid lelaki yang ikut latihan gamelan, “ ujarnya sambil tertawa. Sejak saat itu, ia tidsak pernah lepas dari gamelan. Setamat SMP, ia melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah karawitan Indonesia (SMKI) Yogyakarta. Selain di sekolah, ia juga belajar nggamel di sanggar gamelan Taman Karawitan Yogyakarta. Jika ada waktu luang,ia mengajar gamelan di sejumlah tempat untuk menambah uang saku.” Dari mengajar itulah, saya bisa membayar sendiri biaya sekolah, bahkan menyekolahkan dua adik saya,” ucapnya. Lulus dsari SMKI Yogyakarta, pardiman melanjutkan studi ke jurusan Parawitan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Pergaulan kreatifnya pun berkembang karena ia juga bergabung di sejumlah kelompok seni, antara lain Padepokan Seni Bagong kussudiardja, ketoprak sapta Mandala, Teater Gandrik, dan kelompok musik Kua Etnika. Luasnya pergaulan itulah yang juga membuat pardiman menjelajahi berbagai wilayah seni, antarsa lain dengan membuat musik pengiring ntuk pentas ketoprak, tari, dan teater, lalu membentuk grup akapela. Ia juga pernah pentas di seumlah negara, seperti ITALIA, BELANDA, SINGAPURA, CHINA, AUSTRALIA, RUSIA, dan JEPANG.

KELILING KAMPUNG
========
Selepas lulus kuliah pada 1995, Pardiaman berkeliling ke kampung-kampung di DIY untuk mencari perangkat gamelan yang nganggur. Setiap menemukan gamelan yang tak pernah di pakai di sebuah kampung, ia mengajak anak-anak di sana untuk berlatih menabuh gamelan. Untuk mewadahi aktifitas itu,ia membentuk kelompok Srawung Gamelan Ayo Bermain Gamelan (Sragam ABG). “waktu itu saya prihatin karten adi Yogyakarta banysk Gamelan hanya di tumpuk dan jarang di pakai,” katanya. Awalnya, tak mudah mengajak anak-anak untuk berlatih gamelan. Sebagian dari mereka bahkan bersikap tak acuh. “saat awal mencoba mengajari anak-anak nabuh gamelan, saya pernah di tinggal main sepak bola oleh mereka.” Katanya. Belajar dari pengalaman it, ia mengajak anak-anak belajar gamelan sambil bermain. Proses belajar ganmelan untuk anak-anak di buat untuk beberapa tahap, mulai dari srawung (bergaul), dunung (mengetahui), pirsa (memahami), dan reka-reka (memunculkan kreativitas).
Proses latihan gamelan juga di sesuaikan dengan kondisi psikologis anak-anak. Setiap anak berbeda kondisinya saat mengahadapi gamelan. Ada yang malu, takut, tetapi ada juga yagn akrab. “suasana ini penting agar anak-anak tidak takut kepada saya dan tidak takut pada gamelan. Setelah itu, targetnya membuat anak-anak merasa gamelan adalah mainan mereka,” tutur pardiman. Kepafa anak-anak yang baru pertama bermain gamela, pardiman tak memaksa mereka langsung menabuh. Mereka di biarkan srawung dengan menonton anak-anak lain main gamelan. Setelah tertarik ikut menabuh, mereka di ajarkan hal-hal mendasar, seperti posisi tangan saat menabuh gamelan, cara duduk yang pas,saat nada-nada dasar dalam komposisi karawitan. Pardiman juga mencipakan komposisi karawitan yang menarik buat anak-anak. “ waktu musim mainan Tamiya (mobil-mobilan), saya bikin lagu tentang Tamiyan. Lalu anak-anak nabuh gamelan sambil main Tamiya agar mereka gembira main gamelan.

Tugas anak-anak
========
Pardiaman tak pernah membebani murid-muridnya dengan cita-cita muluk, misalnya dengan melestarikan kesenian nasional. “urusan pelestarian budaya itu tugas pemerintah, bukan tugas anak-anak,” ucapnya
“tugas anak-anak yagn paling utama adalah bergembira sehingga saya berusaha mereka berlatih gamelan dengan gembira,” tambahnya. Pardi tidak pernah memaksa anak didiknya menjadi penabuh gamelan profesional. Saat dewasa, sejumlah muridny amenekuni beragam profesi, seperti guru dan tentara. Meski tak jadi penabuh profesional, latihan gamelan yang mereka lakoni saat kecil tidak sia-sia. Pasalnya, saat bermain gamelan, anak-anak secara tidak langsung belajar tentang Budi Pekerti. Ketika menabuh gamelan, seorang anak belajar untuk mendengar, melihat, dan meraskan permainan gamelan temannya. “dari situ, anak-anak belajar bagaimana membangun harmoni dengan orang lain,” ujarnya. Anak-anak menabuhgong secara tidak langsung belajar sabar. Sebab, ketika pemain gaamelan lain sibuk memukul instrumwn, pemain gong harus abar mendengarkan dan hanya memukul gong pada saat tertentu. “memukul gong juga melati kecermatan” kata pria yang kadang di panggil Fredi pardiman itu. Anak-anak yang memainkan bonang selanjutnya, belajar memimpin karena bonang merupakan instrumen penentu dalam komposisi karawitan. Anak yang memainkan saron secara tidak langsung belajar mengendalikan diri karena pemain saron harus membunyukan instrumennya dengan nyaring, tetapi tidak boleh terlalu nyaring danmenenggelamkan bunyi instrumen lain. Bermain gamelana bisa menjadi sarana olah budi pekerti,” ujarnya.
Sesudah bertahun-tahun mengajar gamelan dari satu tempat ketempat lain, pardiman memusatkan gamelan anak-anak di rumahnya, di dusun Karangjati, Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Bantul. Di rumah yang juga berfungsi sebagai markas Studio Omah Cangkem itu, sekitar 30 anak-anak remaja, yang termuda berusia 3,5 tahun, berlatih nggamel tiap jumat dan minggu tanpa harus membayar. Belakangan, pardiman juga mengajak anak-anak berlatih akapela dan mewadahinya melalui grup Icipili Mitirimin.

Sumber : KOMPAS, 23 FEBRUARI 2017. HAL 16